A: Sudah kubilang kan, nikah itu enaknya cuma seminggu, setelahnya gak enak.
B: Bener! Aku juga malah bingung abis nikah. Ngapain juga di rumah, gak ada kerjaan. Enak waktu single dulu, bisa kemana-mana sesuka hati.
Jleb! Mendengar perbincangan teman-teman di kantor, saya langsung kaget. Masa iya cuma segitu pemikiran mereka tentang pernikahan? Buat saya, menikah itu enaknya memang 1 persen, 99 persennya ueenak tenan. Hehehe..
Etapi bener lho. Abis nikah, itu saya jadi lebih adem ayem. Apalagi, nikahnya sudah hampir 8 tahun, merasakan keindahan dan kegembiraan yang luar biasa.
Bagi saya, menjalani sebuah pernikahan itu, ibarat menandatangani kontrak bersama seumur hidup. Itu berarti harus bisa memegang dan menjalankan komitmen bersama. Bahwa pernikahan itu sebuah ikatan, memang iya. Agaknya, inilah yang menjadikan si B tadi cenderung bosan ketika di rumah setelah menikah. Dia merasa sudah tidak sebebas dulu lagi. Dia merasa terkekang dengan keberadaan isterinya di rumah, karena selalu protes padanya kalau dia lebih sering berada di depan laptop atau berkegiatan lain tanpa isterinya.
Saya, sebagai seorang isteri, pasti juga melakukan hal serupa jika suami saya berlama-lama di depan tivi main playstation. Karena itu, akhirnya kami membuat kesepakatan bersama. Kapan waktu bersama-sama dengan anak atau berdua, dan kapan waktu kita bisa berkegiatan sendiri-sendiri. Itu penting menurut saya.
Ada lagi si C, yang setiap hari pulang larut. Padahal, pekerjaannya juga gak banyak-banyak amat. Eh, ternyata dia memilih pulang malam karena bingung di rumah ngapain. Lha.. kan tambah aneh lagi. Wong di rumahnya ada anak isteri kok. Kan bisa tuh, di rumah main-main atau belajar sama anaknya, atau ngobrol2 bareng, atau jalan-jalan gitu.
Saya aja, protes kalo suami saya sering pulang malam. Quality time-nya itu lho.. jadi berkurang. Pagi udah berangkat kerja masing-masing. Pulang-pulang, malem, sudah capek, tidur. Akhirnya waktu komunikasi atau sekadar haha-hihi berkurang bahkan hampir gak ada.
Konflik
Pasti ada pasang surut dalam rumah tangga. Ada fase-fase dalam rumah tangga yang harus kita lalui. Awal pernikahan, kita sangat senang dan bahagia seolah dunia milik berdua. Memasuki usia pernikahan kedua, mulai timbul konflik. Entah itu persoalan seks, keintiman, keuangan, anak atau lainnya. Pada masa-masa inilah, dituntut kesabaran dan kebijaksanaan kedua belah pihak. Intinya, harus bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Kata orang, pernikahan akan berjalan mulus setelah melewati usia lima tahun. Menurut saya benar juga. Setelah melewati usia lima tahun, pernikahan saya adem ayem dan lancar seperti jalan tol. Etapi bukan berarti pada usia pernikahan pertama sampai keempat, saya dan suami sering berkonflik yah. Kalau saya, konfliknya soal sepele, dan harus terselesaikan saat itu juga *curcol*. Apalagi sejak kelahiran buah hati kami. Rumah jadi lebih ceria dan hangat.
Menikah itu adalah nikmat Allah.. Maka nikmat Allah manalagi yang hendak kau dustai?
orang bijak meninggalkan jejak… (maaf ya, komennya dikandangin dulu) :D